Hiperplasia Adrenal Kongenital (HAK) atau disebut Congenital Adrenal Hyperplasia (CAH) merupakan penyakit yang diturunkan secara autosomal resesif dimana korteks kelenjar adrenal tidak cukup membuat kortisol dan juga dapat disertai dengan gangguan produksi aldosteron. Sebagai akibat dari produksi kortisol yang rendah, terjadi mekanisme umpan balik negatif pada hipofise sehingga terjadi produksi berlebihan dari Hormon Adenokortikotropik (ACTH) yang menyebabkan produksi androgen berlebihan karena stimulasi berlebihan pada korteks kelenjar adrenal.

Efek yang penting dari HAK antara lain:

  • Hipotensi dan hipoglikemia yang disebabkan oleh kekurangan kortisol, terutama pada masa neonatus dan keadaan stress
  • Dehidrasi dan kehilangan natrium dikarenakan kekurangan aldosteron
  • Androgenisasi (berkembangnya tanda-tanda maskulin pada anak perempuan/wanita atau terjadinya masa pubertas yang lebih awal pada anak laki-laki) dikarenakan berlebihannya hormon maskulin.
  • Gangguan pertumbuhan dengan kecepatan pertumbuhan yang lebih cepat pada masa kanak-kanak dan tinggi akhir yang lebih rendah dikarenakan kelebihan hormon maskulin.

 

Dengan penanganan yang tepat baik waktu maupun dosis serta jenis pengobatan, khususnya dengan obat-obatan yang mengatasi kekurangan hormon kortisol dan aldosteron, pasien bisa menjalani kehidupan normal. HAK merupakan penyakit kronis, yang membutuhkan pengobatan seumur hidup. Dengan pemberian dosis glukokortikoid yang kurang, terutama dalam keadaan stress, dapat terjadi krisis Addison (krisis adrenal) yang dapat mengancam nyawa. Dengan skrining masa neonatal (test menggunakan darah di tumit yang diteteskan di kertas saring), HAK dapat diperiksa. Karena metode diagnostik ini, penanganan yang tepat waktu dapat dimulai dan dapat mencegah kemungkinan gambaran klinis berat yang terjadi pada minggu pertama kehidupan akibat kekurangan kortisol dan aldosteron.

Prevalensi: HAK merupakan merupakan penyakit keturunan autosomal resesif yang paling umum dengan prevalensi rata-rata 1 diantara 14.000 – 18.000. Di Belanda diduga prevalensi pembawa gen (carrier) 1 diantara 50 orang. Di Indonesia, data prevalensi HAK masih sangat terbatas.

Perbedaan jenis kelamin: HAK pada pria dan wanita memiliki persentase yang sama. Namun karena androgenisasi, penyakit ini terlihat seolah-olah lebih banyak pada wanita. Pada bentuk yang sangat ringan (HAK late onset), dimana produksi kortisol dan aldosteron tidak terlalu rendah dan hormon maskulin hanya sedikit meningkat, penyakit tersebut tidak terlalu nyata pada laki-laki.

Persebaran Geografi: HAK menyebar di seluruh dunia. Di tempat-tempat terisolasi (Alaska dan beberapa tempat di Prancis atau Italia) memiliki prevalensi yang lebih tinggi.
Di Indonesia belum ada data untuk persebaran geografi.

Penurunan
Penurunan dari HAK adalah autosomal resesif. Jika kedua orang tua adalah pembawa (carrier) maka resiko anaknya mengalami HAK adalah 25%. Sebagian besar setelah anak terdiagnosis dengan HAK secara pasti baru diketahui bahwa kedua orang tuanya adalah carrier. Jika salah satu orang tua penderita HAK dan orang tua lainnya adalah carrier maka terdapat resiko 50% untuk anak mereka menderita HAK. Apabila orang tua lainnya bukanlah carrier maka tidak akan ada anak yang akan menderita penyakit namun semua anaknya akan menjadi carrier.

Patofisiologi
Dalam keadaan normal, kelenjar adrenal mengubah kolesterol menjadi kortisol dan aldosteron (lampiran 1). Pada HAK terdapat keadaan kekurangan enzim sehingga perubahan kolesterol menjadi kortisol dan aldosterone tidak terjadi. Lebih dari 90% penderita memiliki mutasi gen CYP21A2 sehingga terjadi inaktivasi enzim 21-hidroksilase. Kekurangan kortisol menyebabkan negatif feedback sehingga terjadi peningkatan produksi ACTH dari hipofisis. Sebagai akibatnya, kelenjar adrenal menghasilkan androgen yang berlebihan sehingga menyebabkan peningkatan kadar testosteron di dalam darah. Peningkatan perubahan dari androgen menjadi estrogen salah satunya menyebabkan penutupan epifisis tulang yang lebih cepat sehingga akan mengalami perawakan pendek.

Mutasi de novo
Dalam keadaan yang langka, HAK dapat terjadi karena mutasi spontan. Pada keadaan tersebut, kedua orang tua bukanlah pembawa dan tidak ada resiko memiliki HAK pada anak berikutnya.

Ekspresi
Bergantung pada jenis mutase tertentu yang dimiliki oleh masing-masing orang tua, bisa terdapat kekurangan yang banyak atau sedikit dari enzim 21-hidroksilase. Kombinasi dari mutasi tersebut juga dapat menyebabkan kelainan yang diturunkan dari kedua orang tua.

Indikasi
Diagnostik ke arah HAK dilakukan pada keadaan berikut:

  • Hasil tes darah dari tumit (Skrining bayi baru lahir) yang positif untuk HAK
  • Alat kelamin yang meragukan/ambigu pada bayi baru lahir
  • Bisa disertai dengan muntah-muntah, dehidrasi, hiperpigmentasi, gagal tumbuh dimulai saat bayi berusia 2-3 minggu
  • Tanda-tanda ke arah kemungkinan krisis Addison (muntah-muntah, dehidrasi, syok) namun hasil tes darah tumit negatif palsu atau tidak dilakukan skrining bayi baru lahir
  • Pertimbangkan adanya HAK pada anak perempuan/wanita dengan maskulinisasi yang tinggi misalnya dengan pertumbuhan rambut kelamin yang lebih cepat, pertumbuhan tinggi yang lebih cepat, gangguan siklus menstruasi, jerawat dan hirsutism
  • Kemungkinan yang lebih tinggi mengalami HAK pada neonatus yang memiliki riwayat keluarga dengan HAK.


Pemeriksaan darah dari tumit
Idealnya seorang bayi yang lahir di Belanda akan diperiksa darah dari tumitnya dalam 3-4 hari setelah kelahiran melalui Skrining Bayi Baru Lahir. Deteksi HAK membutuhkan pemeriksaan khusus 17-hidroksiprogesteron (17-OHP). Enzim ini adalah steroid yang terbentuk sebagai protein perantara dalam perubahan dari kolesterol menjadi kortisol, yang membutuhkan enzim 21-hidroksilase. Tingginya kadar 17-hidroksiprogesteron menandakan dugaan HAK. Sambil menunggu diagnostik pasti yang membutuhkan waktu, dapat segera dimulai pengobatan (misalnya ada dehidrasi atau hasil darah yang abnormal). Jika terdapat peningkatan 17-hidroksiprogesteron (17-OHP) yang tidak terlalu tinggi, maka pemeriksaan darah dari tumit diulang. Jika ada peningkatan sedikit saja dari hasil skrining ulang, maka pemeriksaan serum akan dilakukan. Di negara maju akan dilakukan juga pemeriksaan DNA. Untuk anak laki-laki dengan HAK, pemeriksaan darah tumit ini sangat penting karena tidak terdapat genitalia ambigu. Sehingga HAK lebih jarang dikenali secara klinis dan proses diagnostik baru dilakukan setelahnya. Namun perlu diketahui bahwa tidak semua HAK dapat diskrining dengan pemeriksaan darah melalui tumit. Penyebab HAK lainnya yang disebabkan kekurangan enzim selain 21-hidroksilase tidak terdeteksi.

Disorder of Sex Development
Jika terdapat keraguan terhadap jenis kelamin seorang neonatus, dilakukan pemeriksaan karyotyping dan echocardiografi dari organ kelamin. Dapat juga dilakukan genitografi (gambaran saluran dari vagina dan uterus dengan menggunakan kontras). Jika didapatkan hasil kariotipe 46XX (jenis kelamin perempuan) maka dilakukan pemeriksaan lainnya yang mengarah ke SAG.

Proses diagnostik
Pada adanya dugaan HAK dilakukan anamnesis menyeluruh, riwayat keluarga dan pemeriksaan fisik yang lengkap serta pemeriksaan laboratorium khusus (seperti 17 OHP, androstenedione, 11-deoksikortisol, renin, natrium kalium). Di Indonesia, yang saat ini sudah tersedia adalah pemeriksaan 17 OHP, natrium dan kalium.

Diagnosis genetik
Dengan dasar informasi klinis, maka bisa dilakukan pemeriksaan laboratorium DNA yang diperlukan pada orang tua dan anak, jika tersedia fasilitas tersebut.

Pembagian
HAK dikelompokkan menjadi bentuk:

  1. HAK Klasik (onset awal)
    Bentuk klasik dapat dibagi menjadi 2 yaitu: dengan “salt wasting”/kekurangan garam (75%) dan tanpa “salt wasting” (25%) (tanpa kekurangan garam).
  2. HAK Non Klasik (onset lambat, lebih ringan) .


HAK Klasik dengan “salt-wasting”
Pada HAK bentuk ini tidak terdapat sama sekali aktifitas enzim 21-hidroksilase. Sehingga didapatkan keadaan kekurangan kortisol dan aldosteron yang berat serta androgen yang sangat tinggi.

HAK klasik “tanpa salt-wasting” (disebut juga Simple Virilizing)
Pada HAK bentuk ini, masih terdapat sangat sedikit aktifitas enzim (1-2%) dimana kadar kortisol sangat rendah, masih terdapat sedikit produksi aldosteron. Androgen juga meningkat.

HAK non-klasik
Bentuk ini disebut juga HAK onset lambat. Masih terdapat cukup aktifitas enzim 21-hidroksilase (20-50%) dimana kadar kortisol tidak terlalu rendah. Tidak terjadi “salt-wasting” karena kadar aldosteron yang masih cukup. Terdapat peningkatan androgen dan gejala-gejala yang seringnya muncul saat masa pubertas atau saat mulai remaja.

HAK klasik (onset awal)

Kekurangan kortisol Penyebab paling awal dari gejala klinis HAK klasik adalah kekurangan kortisol. Hal ini menyebabkan:

  • Peningkatan berat badan yang kurang pada neonatus
  • Muntah
  • Kehilangan nafsu makan
  • Nyeri perut
  • Dehidrasi, hipotensi
  • Hipoglikemia
  • Nyeri pada ekstremitas inferior
  • Lebih cepat Lelah
  • Pingsan (saat stress)

 

Kekurangan aldosteron
Pada 75% pasien juga mengalami kekurangan aldosteron. Hal ini menyebabkan bentuk kehilangan natrium terutama di tingkat ginjal yang menyebabkan terjadinya hiponatremia dan hiperkalemia. Pasien menunjukkan keadaan “haus garam” berat. Pada anak-anak dengan HAK, gejala kekurangan garam ini muncul pada minggu kedua kehidupan. Terdapat juga peningkatan berat badan yang tidak sesuai (gagal tumbuh) sebagai akibat kehilangan garam melalui ginjal (dehidrasi).

Mengancam Jiwa
Pada HAK klasik, gejala muncul sangat awal. Pada minggu kedua kehidupan, neonatus dengan HAK klasik dapat berada dalam keadaan mengancam jiwa sebagai akibat dari kehilangan garam, muntah-muntah, dehidrasi dan asidosis. Asidosis juga merupakan akibat langsung dari kekurangan aldosteron dan kehilangan garam yang menyertainya.

Kelebihan androgen
Dikarenakan produksi berlebihan dari andogen, seorang anak perempuan dapat mengalami androgenisasi prenatal. Gejala klinisnya antara lain: genitalia yang meragukan, bervariasi dari pembesaran klitoris yang ringan hingga penggabungan utuh dari labia mayora atau terbentuknya penis. Hal ini sering menyebabkan seorang anak perempuan yang dianggap sebagai anak laki-laki.

Tingkah laku yang berbeda
Anak perempuan HAK klasik dengan kehilangan natrium sering menunjukkan perilaku seperti laki-laki: mereka lebih aktif, lebih keras, dan bermain bersama anak laki-laki atau permainan laki-laki. Identitas gendernya tidak berubah, mereka merasa sebagai wanita. Hal ini jarang terjadi pada tipe HAK lainnya.

Androgenisasi
Dikarenakan berlebihnya hormon kelaki-lakian menyebabkan tanda-tanda kelaki-lakian pada anak perempuan dan perkembangan pubertas yang lebih awal pada anak laki-laki. Hal ini disertai dengan beban fisik yang menyertainya. Anak perempuan dengan HAK klasik dan androgenisasi sebaiknya dioperasi sesuai dengan kondisinya. Penekanan hormon maskulin harus segera dilakukan untuk memastikan perkembangan kelamin sekunder dapat diperbaiki seawal mungkin. Penanganan yang optimal tidak selalu memungkinkan sehingga gejala kelebihan androgen (seperti hirsutism, jerawat atau siklus haid yang tidak teratur) dapat tetap terjadi (lihat bagian gejala dari HAK non-klasik / onset lambat)

Tumor residual adrenal (Testicular Adrenal Rest Tumour/TART)
Karena overstimulasi kronis dari ACTH, sisa glandula adrenal embryonal dapat tetap berada di testis dan berkembang menjadi tumor jinak Hal ini dapat ditemukan pada 90% laki-laki dengan HAK pada masa dewasa. Hal ini lebih jarang terjadi pada ovarium.

HAK non klasik (onset lambat)

Kortisol dan aldosteron
Pada HAK non klasik, kadar aldosteron tidak banyak berubah dan kadar kortisol kebanyakan sedikit menurun.

Androgenisasi
Testosteron pada HAK non klasik tidak terlalu tinggi namun dapat menyebabkan gejala-gejala androgenisasi. Kemampuan tersisa dari enzim 21-hidroksilase menentukan waktu dimana gejala dan keparahan muncul yaitu berupa:

  • Pubertas prekoks yang dapat muncul mulai masa pre-sekolah antara lain: rambut pubis, klitoromegali, penis yang relatif besar, testis yang kecil
  • Pertumbuhan rambut yang lebih awal dan usia tulang yang lebih cepat menyebabkan tinggi badan akhir yang lebih pendek dikarenakan akhir pertumbuhan yang lebih cepat selesai.
  • Hirsutisme dan jerawat masa remaja
  • Gangguan menstruasi
  • Alopecia androgenetika: kebotakan yang terjadi dengan pola laki-laki

 

Perjalanan penyakit

Diagnosis. Di negara yang menerapkan Skrining Bayi Baru Lahir untuk HAK, gambaran klinis dalam minggu pertama kehidupan dapat dikenali.

Di Indonesia, pada tipe HAK tipe klasik wanita biasanya diketahui lebih awal karena genitalia ambigu, namun tidak jarang pasien datang terlambat. Angka kematian di Indonesia masih cukup tinggi (12.8%) di Jawa Tengah yang dilaporkan di tahun 2016.

Harapan hidup
Dengan pengobatan yang medikamentosa yang tepat, HAK adalah penyakit kronis dengan usia harapan hidup normal.

Kedaan stress dapat potensial mematikan misalnya bentuk klasik HAK (krisis-Addison).
Pelayanan medis yang kurang tepat juga dapat membahayakan nyawa pasien.

Situasi akut

Dalam keadaan stress, tubuh membutuhkan lebih banyak kortisol untuk memberikan respon yang cukup terhadap stress. Pada anak dengan HAK, mereka tidak dapat membuat cukup glukokortikoid, sehingga keadaan stress dapat menyebabkan keadaan kekurangan kortisol relatif, yang masih dapat terjadi walaupun telah diberikan obat pengganti. Hal ini akan diikuti dengan krisis Addison. Pada HAK bentuk klasik dengan “saltwasting”, gangguan tidak hanya terjadi pada krisis kortisol, namun juga pada sekresi aldosteron. Hal ini meningkatkan peluang terjadinya krisis Addison dengan hipovolemia dan hipotensi berat. Juga terjadi hiponatremia, hiperkalemia, eosinophilia dan akhirnya gangguan fungsi ginjal karena dehidrasi. Terapi substitusi standar dengan glukokortikoid yang sudah diberikan biasanya tidak cukup. Krisis Addison yang tidak tertangani dapat berakibat pada syok dan berakhir dengan kematian.

Penyebab dan Gejala

Krisis (yang mengancam) dapat terjadi pada keadaan stress berikut ini:

  • Penyakit atau kerusakan tubuh (misalnya tindakan operasi, infeksi/demam)
  • Aktifitas fisik (misalnya olahraga kompetitif yang intensif dalam jangka panjang)
  • Tekanan emosi (misalnya kematian dari orang yang disayangi).

 

Kewaspadaan terhadap lingkungan sekitar

Krisis dapat juga tersembunyi misalnya pada saat kelelahan dan stress berkepanjangan. Untuk pasien sendiri, keadaan tersebut dapat dikenali sebagai keadaan akut, misalnya dikarenakan keluhan diinterpertasikan sebagai “nyeri perut”. Waspadai gejala-gejala dari Krisis Addison jika pasien mengalami gejala-gejala berikut:

  • muntah, mual
  • kehilangan nafsu makan, terasa penuh di lambung
  • nyeri perut kram dan diare
  • nyeri kepala
  • nyeri di daerah leher
  • demam
  • menggigil
  • tekanan darah rendah
  • mengantuk, rasa mudah lelah, gampang tertidur
  • pingsan, kehilangan kesadaran

 

Penanganan krisis Addison

Oral

Pada suatu (ancaman) krisis Addison, dosis hidrokortison harus ditingkat. Peningkatan dosis tepatnya tergantung pada jenis stress dan usia.

Intramuskuler

Pada suatu keadaan serangan (ancaman) krisis Addison dimana asupan oral tidak memungkinkan, harus diberikan obat glukokortikoid dosis awal melalu intramuskuler. Disini dapat digunakan injeksi darurat atau hidrokortison atau dexamethasone yang dibawa oleh keluarga pasien.

Apabila obat ini belum disiapkan sebelumnya, maka dokter dapat SEGERA (dan jangan ditunda) memberikan

Hidrokortison injeksi sebagai berikut :

  • anak usia < 1 tahun : 25 mg IV atau IM
  • anak usia 1-6 tahun : 50 mg IV atau IM
  • anak> 6 tahun : 100 mg IV atau IM

dan infus saline (Na Cl 0.9%) ketika memungkinkan.
Pada keadaan tidak tersedianya hidrokortison, maka bisa diberikan injeksi
Dexametason intramuskular dengan dosis:

  • anak sampai usia 1 tahun : 1 mg intramuskular
  • anak dibawah usia 6 tahun : 2.5 mg intramuskular (setengah dari ampul 5 mg/ml)
  • anak-anak lebih dari 6 tahun dan dewasa: 5 mg intramuskular (1 ampul 5 mg/ml)

Keraguan

Apabila terdapat keraguan mengenai dosis yang tepat, lebih aman diberikan dalam jumlah yang lebih banyak dalam waktu yang lebih pendek daripada terlalu sedikit.

Lini Kedua

Setelah pemberian glukokortikoid, sesegera mungkin untuk dapat berkomunikasi dengan ahli endokrinologi yang menangani, atau jika tidak tersedia, bagian gawat darurat di RS dapat dihubungi. Krisis yang berat membutuhkan rawat inap di rumah sakit.